Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga golongan manusia yang tidak diajak bicara oleh Allah di hari kiamat, tidak disucikan-Nya (Abu Mu’awiyah -seorang periwayat- berkata: dan -Allah- tidak akan memandang mereka) dan mereka akan menerima siksa yang sangat pedih, yaitu: orang yang sudah tua tapi berzina, raja yang suka berdusta, dan orang miskin yang sombong.” (HR. Muslim, lihat Syarh Muslim [2/184])
Hadits yang agung ini mengandung pelajaran, antara lain:
Di antara bentuk hukuman yang diberikan Allah di akherat kelak kepada orang-orang yang durhaka adalah dengan tidak mengajak bicara, tidak menyucikan, dan tidak memandang mereka
Di antara bentuk kenikmatan dan balasan yang diberikan Allah di akherat kelak kepada orang-orang yang taat adalah dengan mengajak bicara, menyucikan, dan memandang mereka
Iman kepada hari akherat dan pembalasan amal
Iman adanya kehidupan setelah kematian
Dorongan untuk beramal salih sebelum kematian datang
Anjuran untuk bertaubat dari dosa dan kesalahan di masa silam agar tidak menjadi penyesalan di akherat nanti
Penetapan bahwa Allah berbicara dan memandang, yang sesuai dengan kemuliaan dan keagungan diri-Nya, tidak serupa dengan makhluk-Nya
Berzina, berdusta, dan sombong merupakan dosa besar
Perbuatan dosa akan membawa petaka bagi pelakunya, cepat ataupun lambat
Tercelanya orang-orang yang melakukan suatu jenis perbuatan dosa padahal dari segi kemungkinan dan dorongan untuk melakukannya adalah kecil, di sisi lain juga sebenarnya orang tersebut tidak terlalu ‘membutuhkannya’. Orang yang sudah tua semestinya akalnya sudah sempurna dan melemah sebab-sebab untuk melakukan ‘hubungan’ dengan perempuan. Maka orang tua yang berzina jauh lebih tercela dibandingkan seandainya pelakunya itu masih muda yang notabene akalnya masih belum sempurna dan sebab-sebab untuk itu masih ‘menggebu-gebu’. Begitu pula seorang raja/pemimpin yang menipu rakyatnya padahal dia adalah penguasa yang tidak perlu merasa takut kepada siapa-siapa dan tidak perlu menjilat kepada orang lain. Demikian pula orang miskin, tidak punya harta, lantas apa yang akan disombongkannya? Itu semua menunjukkan bahwa mereka melakukan perbuatan dosa tersebut dalam keadaan tidak ada ‘alasan’ untuk melakukannya tidak lain karena meremehkan kedudukan Allah ta’ala dan tidak peduli sama sekali terhadap aturan-Nya (lihat Syarh Muslim [2/184-185])
Meninggalkan kemaksiatan karena takut kepada Allah ketika dia mampu melakukannya merupakan sebab bertambahnya iman.
Melakukan kemaksiatan dalam keadaan sedikitnya faktor pendorong dan kecilnya kemungkinan untuk melakukannya akan menyebabkan turunnya keimanan secara drastis, lebih parah keadaannya daripada orang yang bermaksiat dalam kondisi banyak faktor pendorongnya. Walaupun dua-duanya sama-sama tercela dan merusak iman pelakunya (lihat Fathu Rabbil Bariyyah, karya Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah)
Menyebutkan permasalahan secara global kemudian dirinci merupakan salah satu metode mengajar yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
0 komentar:
Posting Komentar